Tuesday, March 6, 2007





Penulis Bikin Publishing?
WHY NOT?!
By Afifah Afra

Sebenarnya sama halnya dengan seorang petani yang memiliki sendiri tanahnya. Ketika kita masih menjadi penulis yang 'menggantungkan' nasib kepada penerbit, nasibnya akan sama dengan para petani yang bekerja di sebagai buruh di sawah-sawah. Tentu saja ia tak akan seleluasa para petani yang memiliki sawahnya sendiri dalam mengaktualisasikan kehendaknya atas sawah tersebut. Suatu saat, ia mungkin ingin menanami sawahnya dengan jagung, karena beras mahal, dan jagung bisa menjadi alternative pangan, akan tetapi keinginannya akan membentur karang terjal karena sang pemilik sawah tetap bersikeras agar tanahnya ditanami padi.

Petani yang menggarap sawahnya sendiri, pasti akan mampu melantunkan lagu kepuasan, saat karyanya menghasilkan sesuatu yang bersinergi dengan idealismenya. Demikian juga, ketika penulis memiliki publishing sendiri, bait-bait kebahagiaan, akan mampu dilesatkan dari setiap release buku-bukunya.

Namun, jangan bayangkan bahwa mengelola sebuah publishing itu mudah. Sulit. Pusing. Bikin stress. Ini saya rasakan ketika merintis Afra Publishing. Karena belum stabilnya produksi buku yang berarti belum stabilnya cash-flow, khususnya tentu cash-in, saya memutuskan menjadi karyawan di publishing saya sendiri. O, ya… ada juga general manager yang mengurusi hal-hal yang bersifat maskulin seperti packing, angkat-angkat barang, ngurusi produksi hingga marketing, yakni suami saya sendiri. Dan terjadilah sebuah ritme kerja yang bikin seluruh tulang dalam tubuh terasa dilolosi. Bayangkan, untuk memenuhi permintaan nyaris 40 agen, kami harus bekerja sendirian. Sering hingga jam 12 malam kami masih begadang, karena jika siang suami kerja, dan saya momong anak-anak.

Belum lagi masalah perhitungan keuangan yang benar-benar njlimet. Saya punya pengalaman mendirikan perusahaan bersama teman-teman, dan ternyata bangkrut gara-gara kurang perhitungan. Untuk perusahaan bermodal cekak, segala aktivitas, terutama yang membutuhkan cost, memang harus benar-benar diperhitungkan.

Termasuk memenej keuangan adalah 'menahan nafsu' untuk tidak menggunakan uang perusahaan untuk kebutuhan konsumtif. Suami saya pernah mengajak saya jalan-jalan ke sebuah pameran furniture. Biasa, namanya perempuan, tentu senang melihat sesuatu yang indah. Sudah indah, didiskon lagi. Saat itu saya terpesona oleh satu set sofa yang desainnya unik. Harganya pun termasuk tidak terlampau mahal. Saya bilang kepada suami, "Mas, selama ini tamu-tamu kita dipaksa lesehan di atas karpet, karena di rumah kontrakan belum ada kursi tamu. Gimana jika kita beli saja sofa ini?"

Suami saya hampir tergoda. Namun setelah kami hitung, uang pribadi kami tidak cukup. Ada uang perusahaan. Namun jika uang itu dipakai, bisa-bisa modal kami habis dan kami tidak lagi bisa berproduksi. Akhirnya, jika anda saat ini bertamu ke rumah kami, maka saya mohon maaf sebesar-besarnya, karena anda hanya akan kami persilahkan duduk di atas karpet:-(.

Jika sikap mental semacam itu sudah terasah, pun bukan berarti segala sesuatu menjadi mudah. Dari factor eksternal, kami juga menghadapi beberapa agen yang 'nakal.' Ada yang beli secara kredit 1 bulan, seharga hampir 2,5 juta, namun hingga 7 bulan belum juga dilunasi. Ada yang mengambil secara konsi, ia melapor bahwa buku kami terjual senilai sekian juta, namun yang dikirim hanya laporan doang. Hingga berbulan-bulan, bahkan hingga kini, dana tersebut belum ditransfer. Anda bisa membayangkan, bagi perusahaan yang dirilis dengan modal tak sampai 15 juta, dana tersebut tentu sangat berarti bagi kami.
TETAPI, DUNIA PENERBITAN ITU MENGGIURKAN!
Setidaknya, itulah yang dituliskan oleh redaksi MATA BACA di edisi bulan ini. Menerbitkan buku sendiri itu menggiurkan, karena industri buku, khususnya buku-buku Islam, adalah salah satu industri yang tak mengenal resesi. Tengoklah di ajang-ajang Book Fair... pengunjung selalu berjubel, dan mereka tidak sekadar jalan-jalan, namun juga beli buku. Asal kita pintar membuat buku yang diminati pasar, meskipun penerbitan kita termasuk dalam kategori self publisher, tak ada masalah.
5 trik membuat penerbitan.
1. Buatlah naskah yang menarik. Jika naskah itu anda tulis sendiri, anda bisa membuat semacam 'penelitian', buku apa yang sebenarnya tengah dicari orang. Sering-seringlah anda ke toko buku atau ajang-ajang pameran buku. Anda akan tahu buku apa yang sedang diminati pasar.
2. Mintalah nomor ISBN. Caranya kirimkan cover (atau bakal cover), daftar isi dan pengantar (bila ada) ke tim ISBN Perpust pusat di Salemba, Jakarta. Biayanya Rp 25.000/ buku
3. Buatlah desain yang 'beda'. Anda bisa meminta bantuan kepada para desainer terutama freelancer, karena biasanya tidak terikat dengan perusahaan manapun. Biaya yang anda sediakan untuk buku ukuran novel setebal 200-an halaman adalah sekitar Rp 500.000-1.000.000 atau lebih, tergantung kualitas desain dan kota tempat tinggal desainer tersebut. Kalau di Bandung, barangkali harga desain lebih besar daripada di Solo.
4. Setelah itu, carilah percetakan yang berkualitas. Biasanya, percetakan sudah memiliki fasilitas pembuatan film atau print kalkir, sehingga kita tinggal memasukkan file naskah kita yang sudah didesain doang. Untuk buku novel 200-an hal, biaya cetak untuk 1000 eksemplar adalah sekitar Rp 5.000-Rp 10.000-an per eksemplar, tergantung spesifikasi yang anda maui.
5. Setelah buku jadi, anda bisa cari distributor. Caranya, lihatlah iklan-iklan buku di majalah, biasanya di bawah iklan itu ada daftar distributor. Distributor inilah yang akan memasarkan buku-buku anda di 'daerah kekuasaannya.'
SELAMAT Membuat Penerbitan Sendiri!!
Jika anda bingung mencari desainer atau percetakan, bisa hubungi kami:-). Atau untuk lebih jelas, baca deh buku saya, "How To Be A Smart Writer!"

9 comments:

Anonymous said...

afwan, ID yahoo di afifahafra@yahoo.com nya masih dipake g?

syukron.

DANDO said...

Assalamu Alaikum!
Saya sudah baca bukunya, How To Be A Smart Writer yang cukup memberi ilmu pada saya tentang bagaimana sebaiknya membuat novel dan lain-lain. Tapi boleh usul, nih. Gimana kalo besok2, bukunya dicetak dalam font Times New Roman (kayak Bulan Mati di Javasche Orange, kalau tidak salah) saja, jangan Arial yang selain bikin buku jadi tebal, juga bikin buku jadi lebih mahal. Sudah, begitu saja. Sukses selalu, ya!

DANDO said...

Assalamu alaikum!
Hiks, saya pikir dengan berpura-pura salah soal font huruf buku How To Be A Smart Writer, bakal dapat feedback atau perhatian, ternyata malah dicuekin... Hiks.
Tapi benar kok, saya pikir bukunya terlalu tebal mirip buku-buku sejenis. Contohnya di bab VI. Kenapa Sub Bab B tidak digabungkan saja dengan Sub Bab C? Isinya 'kan mirip.
Juga, kalau bisa, kalau menulis buku how to lagi, jangan menggunakan contoh novel lama yang sudah susah didapatkan di pasaran seperti BMDJO. 'Kan jadi susah bagi mereka yang mau mempelajari isinya.
Tapi terlepas dari semua itu, saya berterima kasih karena buku Mbak Yeni ini sangat teknikal, menjelaskan langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan jika kita masih belajar menulis, tidak hanya berisi uraian panjang gaya sastrawan yang membosankan. Saya dapat ilmu lebih banyak daripada dua buku sejenis yang telah saya baca sebelumnya. Sukses selalu!
Makasih...

yuda dian harja said...

semoga sukses selalu. bukan hanya bisnis publishing, bisnis yang lainnyapun ketika masa awal juga berat.
"berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian"

- - - - -
yuda harja
(http://yudaharja.com)
- - - - -

Syaifuddin said...

saya cukup terrmotifasi untuk jadi penulis seperti mbak Afifah. apalagi waktu baca bukunya, How To Be A Smart Writer. dengan baca buku tersebut seolah-olah saya juga ingin jadi penulis dan berusaha untuk bisa. saya menempuh pelan-pelan karena ada kesibukan lain. novelnya yang berjudul Rabithah Cinta juga seru lho. saya sudah baca. untuk mbak Afiah, sukuses dan selamat melanjutkan karya semoga Allah selalu menuntun. dan saya mohon doa supaya saya bisa jadi orang yang berkarya....

Andi Budiman said...

Saya salut sama Mbak Afifah, bisa jadi penulis yang cukup produktif sekaligus mendirikan publishing. Hebat, maju terusss Mbak. Temen-temen, MAU TAHU RESEP AMPUH MENULIS KARYA FIKSI YANG MENGGUGAH, kujungi blogku...

Andi Budiman said...

Klik di sini untuk melihat artikel tentang RESEP AMPUH MENULIS KARYA FIKSI YANG MENGGUGAH, tunggu apa lagi...

Sabjan Badio said...

Assasalamualaikum...

tulisan ini saya kopi dan publikasikan di sini: http://bahasasiswa.do.am/blog/1-0-14.

Mohon izin ya?

waalaikumsalam....

An said...

Subhanallah...keren, bunda...hasil karya tulisan-tulisannya...Yap, sepakat..An sangat termotivasi menulis seusai membaca "How to be a smart writer"